Percaya akan Cinta yang telah Dijanjikan (Review Novel Harga Sebuah Percaya karya Tere Liye)
Judul: Harga Sebuah Percaya
Penulis:
Tere Liye
Penerbit:
Mahaka Publishing
Tahun
terbit: 2017
Jumlah
halaman: 298
Biarkanlah
aku pergi, Jim. Ini jauh lebih membahagiakan. Aku tak berharap banyak darimu
selain untuk terakhir kalinya kau akan mengatakan, ‘Aku mencintaimu, Sayang’ di
telingaku yang pasti sudah membeku pada tanggal tujuh, bulan Tujuh, jam Tujuh
hari ini. Ketika lonceng kapel tua berdentang. Tempat di mana ikrar cinta
sejati kita pernah terucapkan.
Bunyi
penggalan surat terakhir yang diberikan Nayla kepada kekasihnya, Jim.
Setelahnya, kehidupan Jim sangat berubah yang asalnya selalu berwarna dan
berbunga-bunga menjadi kelabu yang selalu layu. Sampai kemudian ia ditakdirkan
untuk bertemu ‘Sang Penandai’ sosok manusia abadi yang bertugas mengawasi jalan
cerita dari dongeng-dongeng terbaik yang tersebar di muka bumi ini dengan
memberikan satu pepatah pendek yang harus dipercayai sang tokoh utama, agar
dongengnya bisa berakhir dengan bahagia.
Pepatah
yang diberikan Sang Penandai kepada Jim adalah “Pecinta sejati tidak akan
pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemputnya”
Kisah
percintaan yang dibalut dengan petualangan menjadikan novel ini terasa lain
dibandingkan dengan novel percintaan lainnya. Seperti yang sering dituliskan
Tere Liye dalam novelnya yang banyak menyiratkan keberadaan Indonesia dalam
kisahnya, Harga Sebuah Percaya pun memunculkan hal demikian dengan
disiratkannya Indonesia sebagai Tanah Harapan, tujuan akhir dari penjelajahan
Jim bersama awak kapal Laksamana Ramirez.
Jim
sebagai tokoh utama adalah pemusik jalanan yang mahir dalam bermain biola, ia
tak bisa membaca dan menulis karena tidak memiliki keluarga ataupun harta,
sehingga ia tidak bisa mendapatkan akses pendidikan. Sebagaimana musik bisa
membuat hati menjadi bahagia, begitupun dengan perangai dan tabiat Jim yang piawai
dalam membuat orang lain menjadi bahagia. Sampai pada satu peristiwa yang
memukul telak sumbu kesemangatan Jim, sehingga kehidupannya menjadi monochrome,
hitam, putih dan abu-abu. Kekalutan begitu kuat, sehingga tiap kali Jim
berbahagia walaupun sedikit, awan hitam pekat itu muncul kembali menggerogoti tunas-tunas
kebahagiaan yang mencoba tumbuh.
Novel
ini memang fiksi. Akan tetapi terdapat beberapa cerita yang terasa terlalu
dipaksakan sehingga menimbulkan beberapa pertanyaan yang tak bisa terjawab.
Bagi pembaca yang terbiasa membaca buku-buku berat, karena permasalahan yang
diangkat tidak begitu pelik membuat novel ini bisa jadi terasa membosankan.
Walaupun
begitu, dikarenakan permasalahan yang tidak terlalu pelik dan petualangan yang
mendebarkan membuat novel ini bisa dijadikan sebagai bacaan sekali duduk yang
menyenangkan atau selingan setelah membaca buku-buku yang membuat pusing tujuh
keliling. Selain itu, novel ini bisa direkomendasikan kepada pembaca pemula
baik dewasa maupun remaja karena bahasa yang digunakan begitu ringan sehingga
memudahkan dalam pemahaman.
Satu
paragraf pertama kau baca, maka tak kan bisa berhenti sampai menemukan titik
terakhir sebelum kata tamat.
Terdapat
beberapa pesan yang diselipkan penulis dalam kisah Jim dalam novel ini,
diantaranya adalah
1.
Selesaikan lalu lepaskanlah
urusan hatimu pada yang telah lalu sebelum perasaanmu terlanjur jatuh kepada
hati yang lain. Karena jika tidak, bukannya bisa membuat hatimu menjadi terasa
lebih ringan malah membuat permasalahan menjadi lebih berat yang parahnya dapat
menyakiti perasaan yang lain.
2.
hiduplah dengan selalu
luwes dalam memandang suatu hal, agar bisa mendapatkan sesuatu atau bahkan
solusi baru yang membuat kehidupanmu menjadi lebih ringan,
3.
Jangan menyepelekan orang
lain hanya karena tampilannya tidak mengesankan, bisa saja orang tersebut
memiliki keterampilan jauh lebih baik dari dirimu sendiri.

Komentar
Posting Komentar