Cerita Mengomposku
Trend 2023 yg in syaa Allah akan terus kulakukan dengan senang hati adalah kebiasaan mengompos sampah dapur (organik)
Berawal dari keresahan banyaknya berita permasalahan sampah mulai dari menggunungnya TPS di banyak kota yang menjadikan kapasitasnya overload, sampah plastik yg tidak mudah terurai sampai beratus tahun lamanya (padahal dipakenya cuma buat bungkus), kebakaran di TPS gara-gara sampah fermentasi sampah organik yang menghasilkan panas dan lain sebagainya.
Alhamdulillahnya, saat menscroll media sosial, terdapat postingan mengenai mengompos sampah dapur di rumah dengan cara yg sangat mudah. Lalu setelah mencari info lebih lanjut, cara membuang sampah organik yg benar terdapat beberapa cara, yaitu dikomposkan/dikubur/mengembang biakkan magot agar sampah organik dimakan olehnya. Berhubung di rumahku tidak banyak lahan kosong, akhirnya proses mengkomposlah yang kupilih.
compost bag yang kubeli dengan ukuran sedang
dan di bawahnya menggunakan tutup ember besar yang dibalik
untuk menampung air lindi
Mulai dengan membeli compost bag diskon 50%, diriku mengawali kebiasaan mengompos walaupun bekal ilmu mengenainya masih cetek.
Tak mengherankan, setelah berjalannya waktu, komposku berbau busuk dan muncul banyak belatung. Inilah masalah pertamaku, lalu kucari solusinya dengan jalan yang paling mudah, yaitu menonton video YouTube (karena beberapa literatur yang kutemui mengenai kompos tidak mudah dipahami, banyak istilah-istilah asing yang bagi orang awam sepertiku sukar untuk mengerti), ternyata akar permasalahannya adalah komposku kekurangan sampah karbon atau sampah kering, seperti daun kering, kardus, kertas dan tidak boleh memasukkan makanan berminyak atau yang bersifat hewani.
simpanan sampah daun-daun kering
hasil dari menyapu jalanan dekat rumah
Setelah kuperbaiki dengan mengikuti saran-saran tersebut ternyata komposku kembali tidak berbau dan belatung-belatung itu minggat entah ke mana.
Fermentasi komposku pun berjalan dengan baik selama beberapa bulan ke depan.
Akan tetapi
di Bulan November-Desember (aku mulai mengompos dari Agustus) mulai berdatangan hewan-hewan kecil yang sebelumnya tak pernah kulihat. Setelah mencari info dari Google, ternyata itu adalah magot yang bagus untuk penguraian sampah. Awalnya aku kaget dan jijik, tapi bagaimana lagi, itulah hewan yang seharusnya ada, agar komposku berjalan dengan baik.
Satu bulan berjalan,musim hujan pun tiba. Komposku yang memang tidak ditaruh di tanah, terkadang kena genangan hujan besar yang malah membuat komposku berbau lagi dan sangat basah. Air Lindi hasil dari rembesan kompos yang sering kugunakan untuk siram tanaman pun turut berbau busuk seperti bau kotoran manusia. Kembali mengorek informasi dari paduka YouTube mengenai kompos yang basah dan berbau.
Ternyata solusinya masih sama, yaitu memperbanyak sampah-sampah coklat/kering untuk mengurangi kadar air yang ada di dalam komposnya.
Selain itu, terkadang aku meminta saran perihal kompos yang sering bermasalah ini kepada kakakku yang telah duluan berhasil memanen komposnya untuk jadi pupuk.
Walaupun banyak kesalahan yang kuperbuat, menurut banyak sumber yang kudapatkan kompos organik pasti akan berhasil terurai, namun untuk perihal waktunya tergantung cara mengkomposnya.
Setelah aku melakukan banyak kesalahan, yang kupahami dari konsep kompos itu adalah konsep yang dalam Bahasa Sunda disebut "lur-poho" atau simpan lalu lupakan, nanti juga pasti akan ada hasilnya.
Tidak perlu banyak dipikirkan, toh banyak sekali makhluk-makhluk yang bekerja untuk mengurainya tanpa banyak aku ketahui.
Selagi tidak bermasalah dan mengikuti prosedur yang benar itu sudah cukup.
Prosedur mengompos itu memang mudah, cukup menyeimbangkan antara sampah organik basah dan sampah organik kering, kalaupun ingin menggunakan media lain seperti tanah, Em4 atau komposer lainnya itu hanya opsional.
mencari info mengenai proses mengkompos pun sangat mudah sekali, mulai dari penelitian-penelitian jurnal, e-book gratis di Ipusnas, sampai video-video yang sudah mempraktikkannya di YouTube
Kalaupun saat mengkompos ada kesalahan, dalam memperbaikinya juga sangat mudah, yang sulit itu mau tidak mulai bertanggung jawab sampah diri sendiri dengan memilah lalu mengolahnya dan survive dengan berbagai kesalahan yang akan terjadi?
Komentar
Posting Komentar