Hari yang Ngebut-Ngabrut


Cerita hari ini. Aku harus mengikuti tes bahasa di Bandung pukul 13.00 

Berangkat dengan santai dan bahagia pukul 09.30 karena estimasi sampai maksimal pukul 12.30 sisa 30 menit setidaknya untuk ngareureuh.

Namun apa daya, pukul 11 masih di Rajamandala, keadaan macet gila. Keluar Rajamandala berlanjut kemacetan di Ciburuy sampai Padalarang sudah pukul 12 lebih. 

Masuk tol langsung tenang, tetapi sayangnya pintu keluar tol Pasir Koja macet edan-edanan terjadi kembali pukul 12.30

Keluar tol, bis malah isi solar dulu pukul 12.45

 Turun di halte pukul 13.00, pesan gojek tapi dapat pengemudi dari jarak 2 km, kembali menunggu sampai 13.15

Amang gojek datang, aku langsung berseru, "mang pami tiasa tong ngalangkung ka lampu merah nu lami!" 

Beneran si amang ngebut-ngabrut, 

Pukul 13.45 sampai gerbang kampus, karena aku tak tahu letak gedungnya di mana aku langsung saja bilang, "mang, apal masjid na di mana teu?"

Lalu dijawab dengan ragu, "oh nu di luhur tea sanes?" "Ah enya meureun, sok we lah kadinya da gedungna payuneun eta cenah!"

Sampai ke gedungnya langsung jalan sampai lantai 3, masuk ke ruangan segera mengisi data, dll dengan tangan yang masih gemetaran.

Rupa-rupa pisan sekali, Gusti.


Saat keadaan menjadi sangat menyebalkan dan tak ada yang bisa dilakukan, maka menurut perkataan kakek-kakek Jews (Viktor E. Frankl) keadaan dalam hatimu lah yang perlu diubah dengan mengganti perspektif yang lebih melegakan, karena bagaimana pun keadaannya kehidupan harus berlanjut.

Komentar